Contact Us | Privacy Policy | Terms Of Service

11 Jul 2012

Doa dan Politik



doa dan politik
Setiap menjelang pemilihan, apakah itu pemilihan anggota dewan, pilkada, pilgub atau bahkan pilpres, dengan mudah kita menemukan arus-arus religius sebentuk doa-doa yang bermuara ke setiap kandidat yang akan dipilih, inti doanya apalagi kalau bukan agar kandidat yang didoakan itu menang dalam pemilihan. Selebrasi doa kata temanku, atau perlombaan doa kata temanku yang lain.

Tidak bisa memang dipungkiri bahwa bangsa ini identik dengan semangat keagamaan sejak masa lampau. Ada basis historis-religius berbentuk doa yang mengakar dan menguatkan bangsa ini. Sejarah sepertinya mengajarkan bahwa doa bisa memendarkan pengharapan-optimisme termasuk untuk memenangkan sebuah pemilihan. 

Benar adanya, bahwa doa bukan hanya ada dalam ranah ibadah ritual semata seperti shalat, puasa atau haji, tapi doa adalah segala harapan, ada di setiap nafas keinginan, tidak terkecuali dalam ranah politik

Ritula berdoa menjelang pesta demokrasi pun meresapi hampir seluruh anak bangsa ini, tiba-tiba banyak yang berprofesi menjadi pendoa, terutama yang terlibat secara langsung dalam pesta demokrasi itu. Doa pun menjadi bagian dari strategi untuk menang. Doa menjadi pijakan.

Bahkan kemerdekaan bangsa ini pun lahir dari doa. Dikutip dari Sukarno (1964): "Saja keluar di malam sunji itu dan saja menengadahkan wadjah saja ke langit. Dan, saja melihat bintang gemerlapan, ratusan, ribuan, bahkan puluhan ribu. Dan, di sinilah saja merasa kecilnja manusia, di situlah saja merasa dhaifnja aku ini, di situlah aku merasa pertanggungan-djawaban jang amat berat dan besar jang diletakkan di pundak saja, oleh karena keesokan harinja saja harus mengemukakan usul saja tentang hal dasar apa negara Indonesia merdeka harus memakai."

Dalam buku Bung Karno: Penjambung Lidah Rakjat Indonesia (1966) susunan Cindy Adams, idiom-idiom religius dan doa kerap digunakan oleh Sukarno. Tamsil impresif diajukan Sukarno: "Allah memberi pikiran kepada kita, agar supaja dalam pergaulan kita sehari-hari kita selalu bergosok, seakan-akan menumbuk membersihkan gabah, supaja keluar dari padanja beras dan beras itu akan mendjadi nasi Indonesia jang sebaik-baiknja."

Akhirnya, pemenang hanya satu, dan yang menang dan terpilih, (semoga) menang karena doa. Tapi bagaimana dengan yang kalah? Apakah doanya tidak dikabulkan? 

Saya pun ikut berdoa, semoga doa-doa itu bukanlah sekedar doa politik yang hanya mengarah ke salah satu kandidat agar bisa memenangkan pemilihan, tapi doa-doa agar siapapun yang menang dan terpilih, bisa membawa perubahan ke arah yang lebih baik, lebih benar dan lebih indah, amin.


Diposkan di:
© 2015 Kumpulan Tulisan. All rights reserved.